Dimsum Singkong Rebus

TIGA SINGKONG REBUS. “Mana kenyang segini? “ “Makanlah, nak. Orang kaya menyebut ini DIMSUM.”

Kata Ibunya, di ujung jalan ada sebuah restoran dimsum. Arif biasa melewati jalan itu sepulang berjualan koran. Hari ini ia sengaja mengintip dari jendela kaca. Ia penasaran, apa benar cerita Ibunya tentang dimsum? Rasanya terlalu pintar bagi Ibunya yang hanya seorang pemulung di kolong jembatan untuk mengelabuinya dengan makanan orang kaya.

Kepalanya mendongak. Seorang pelayan mendekati sebuah meja bundar yang berisi empat orang. Meja itu tepat di dekat jendela kaca tempat ia mengintai. Pelayan itu membawa baki besar yang berisi empat keranjang bambu kecil yang kemudian diletakkan satu persatu di atas meja dan membukanya. Asap berlari keluar dari dalam keranjang. Ia ingat panci Ibu yang sama berasapnya sehabis merebus singkong. Kepalanya memanjang. Empat orang di meja itu tidak peduli dengan kepala kecil di ujung jendela. Mereka terlalu sibuk bercakap-cakap dengan wajah yang sama sekali tidak lapar.

Arif tidak mengerti jenis makanan apa yang ia lihat. Satu saja kesannya, isinya sedikit. Hah, cuma segitu? Dua keranjang berisi tiga potong berbentuk bulat putih. Kecil seperti telinga kucing yang selalu mengais sampah di dekat bedeng rumahnya. Dua keranjang lagi berbentuk longjong tapi kecil. Ia teringat singkong yang sering menjadi makanan mereka. Benar juga kata Ibu, dimsum itu makanan berbentuk kecil-kecil yang direbus. Apa bedanya dengan singkong yang direbus Ibu yang malah lebih besar? Apa kenyang makan segitu tanpa nasi?

Akhirnya ia percaya kata Ibunya. Ia hanya tidak habis pikir, kenapa dimsum bisa membuat perut orang kaya itu kenyang? Ia sendiri tidak pernah kenyang dengan sepotong singkong bahkan batu rebus sekalipun. Ah, orang kaya memang aneh. Punya duit tapi makannya sedikit. Ia pulang dengan senyum. Ibu tidak bohong, begitu katanya dalam hati.

2 thoughts on “Dimsum Singkong Rebus

Leave a comment